MAKNA PERJALANAN HIDUP SEORANG GURU


“Makna Sebuah Perjalanan Hidup Seorang Guru”
(Momentum Peringatan Hari Guru 25 November 2014)

Kehadiran anak-anak alumni Sekolah Dasar Islam Nurul Falah ke rumahku di gelapnya malam tepat pada usiaku yang menginjak empat puluh dua tahun pada tanggal 20 November 2014, membuat suasana bathinku sangat terharu. Betapa tidak, mereka yang sudah melanjutkan pendidikan di level yang sudah tinggi, masih saja mengingat hari ulang tahun gurunya yang pernah mengajar dan mendidik mereka di kelas 6 SDnya dulu. Beraneka media (baik langsung maupun via online seperti facebook, twitter, maupun media sosial lainnya) mereka lakukan untuk menyampaikan ucapan dan doa. Setiap tahunnya, tanpa pernah absen satu kalipun, mereka senantiasa merayakan hari ulang tahun gurunya secara sederhana bersama-sama. Tak terasa sudah empat, lima, enam dan tujuh generasi yang kudidik menyiramkan kesejukan cinta tulus mereka pada guru yang pernah memotivasi mereka hingga menjadi apa yang mereka cita-citakan.
BERSAMA TEMAN-SEMAN SE- PROFESI 

GURU MENJADI SURI TAULADAN BAGI MURID-MURIDNYA
Kadang muncul pertanyaan dalam benakku, apakah anak-anak tersebut juga memperlakukan hal yang sama pada semua gurunya? semua guru yang pernah mengajar mereka di jenjang pendidikan manapun? ataukah hanya pada guru-guru yang paling berkesan buat mereka saja? Namun tak sanggup rasanya lisan ini bertanya langsung pada mereka? seolah menyelidik dan tak tahu berterima kasih?
Sangat dini apabila kita sebagai pendidik mengatakan bahwa kita telah berhasil mendidik generasi bangsa, manakala kita mendapati banyak anak didik kita yang sudah menjadi “orang”. Sebagai sebuah perenungan, kadang kita merasa puas dengan apa yang sudah kita lakukan, padahal yang kita lakukan baru sedikit saja. Masih banyak yang belum tergarap oleh kita kaum pembelajar dan pendidik. Masih jutaan tangan-tangan mungil yang membutuhkan bimbingan dan didikan agar mereka dapat hidup lebih baik dari orang tua mereka, agar mereka tidak kalah ketika bersaing dengan pelajar lainnya, agar mereka dapat menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit. Mereka yang hidup di kolong-kolong jembatan, di pinggir bantaran kali, di pemukiman kumuh di pinggir pantai, di lorong-lorong sempit di pemukiman padat bahkan anak-anak jalanan yang hidup beralaskan bumi dan beratapkan langit. Mereka semua adalah tanggung jawab kita, kaum pendidik yang mengaku sudah “professional” karena sudah tersertifikasi.
“BERI AKU 1000 ORANG TUA, NISCAYA AKAN KUCABUT SEMERU DARI AKARNYA, BERI AKU 10 PEMUDA, NISCAYA AKAN KUGUNCANGKAN DUNIA”
Sebuah slogan penyemangat yang dipekikkan oleh Presiden Soekarno kala perjuangan revolusi dulu mungkin dapat kita cuplik sebagai penggugah semangat guru agar bangkit dari zona nyaman. Bahwa di tangan generasi mudalah nasib bangsa dipertaruhkan. Maka sebagai bagian yang ikut berperan di garda terdepan dalam dunia pendidikan guna mencerdaskan generasi penerus bangsa, maka guru harus mau terus meningkatkan potensi dirinya, meningkatkan skill yang dimiliki serta terus belajar mengembangkan kompetensi profesionalnya agar tantangan perubahan zaman siap untuk dijawab dengan kemantapan bertindak.
Majulah Guruku….Majulah Bangsaku….

Posting Komentar

0 Komentar